Murottal Al-Quran

Selasa, 10 November 2009

Ilmu Muamalah

Ilmu mu'amalah ialah ilmu tentang keadaan-keadaan hati, seperti takut, berharap, ridha, jujur, ikhlas dan lain-lainnya. Karena ilmu inilah

para ulama terkenal menjadi harum namanya dan semakin terkenal, seperti Sufyan Ats-Tsaury, Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi'y dan Ahmad. Kalau pun ada sebagian orang yang disebut fuqaha dan ulama, tapi tidak setinggi derajat orang-orang tersebut di atas, karena mereka sibuk dengan berbagai gambaran suatu ilmu, tanpa memiliki kesempatan untuk mendalami ilmu-ilmu yang lain dan hakikatnya secara mendetail. Sebagai contoh, engkau mendapatkan salah seorang fuqaha yang berbicara tentang Zhihar, Wan, taruhan, tuduhan dan berbagai macam cabang masalah, tapi dia tidak mau berbicara tentang ikhlas, tidak menjaga dirinya dari riya', padahal ini termasuk fardhu ain bagi dirinya. Jika dia meremehkan yang kedua, berarti akan membawa kehancuran dirinya. Sedangkan yang pertama adalah fardhu kifayah.

Jika dia ditanya alasannya tidak mau berdialog dengan jiwanya membicarakan masalah ikhlas dan riya', tentu mulutnya akan terkunci rapat-rapat dan tak sepatah kata pun yang keluar sebagai jawaban. Jika dia ditanya tentang alasan kesibukannya mengupas masalah Van dan tuduhan, tentu dia akan menjawab, "Ini adalah fardhu kifayah. " Memang tidak ada yang salah dalam jawabannya ini. Tapi mungkin dia lupa bahwa ilmu hitung juga termasuk fardhu kifayah. Lalu mengapa dia tidak menyibukkan diri dalam ilmu hitung dan menghindar dari masalah jiwa? Karena dia akan mendapatkan ketenaran jika terjun dalam perdebatan masalah fiqih itu, yang tidak bisa diperoleh dengan menekuni ilmu hitung.

Ketahuilah bahwa banyak istilah-istilah yang sudah berubah, muncul istilah-istilah baru dan beralih ke pengertian-pengertian tidak seperti yang dikehendaki orang-orang salaf yang shalih. Di antaranya adalah:

l. Istilah fiqih. Mereka menciptakan bentukan kata ini sedemikian rupa dan mengkhususkannya untuk masalah-masalah furu'iyah beserta alasan-alasannya. Sementara istilah fiqih pada abad pertama diberikan kepada ilmu untuk mencari jalan ke akhirat, mengetahui kisi-kisi cobaan jiwa, perusak-perusak amal, kekuatan hati tentang kehinaan dunia, kehendak yang kuat untuk mengetahui kenikmatan akhirat dan menciptakan ketakutan yang bisa menguasai sanubari.
Karena itu Al-Hasan Al-Bashry Rahimahullah berkata, "Sesungguhnya faqih (seorang ahli fiqih) itu ialah orang yang zuhud di dunia, meng¬hendaki akhirat, mengetahui agamanya, terus-menerus beribadah kepada Rabb-nya, tidak mengusik kehormatan orang-orang Muslim dan harta benda mereka serta memberikan nasihat kepada mereka. " Istilah fiqih lebih banyak mereka konotasikan kepada ilmu akhirat, karena ia tidak menyodorkan fatwa-fatwa, tetapi menyodorkan jalan secara umum dan menyeluruh. Dari sinilah kemudian bertebaran suatu pemalsuan yang mendorong manusia untuk membatasi pada ilmu fatwa secara zhahir dan berpaling dari ilmu mu'amalah untuk akhirat.

2. Istilah ilmu. Dulunya istilah ilmu tertuju kepada ilmu tentang Allah, ayat-ayat-Nya, nikmat dan perbuatan-Nya terhadap hamba, lalu mere¬ka lebih sering mengkhususkan dan menyebut ilmu ini sebagai pan¬dangan terhadap berbagai masalah fiqih, sekalipun mereka tidak mengetahui tafsir dan hadits.

3. Istilah tauhid. Dulunya istilah tauhid merupakan isyarat agar engkau bisa melihat bahwa segala urusan datangnya dari Allah Ta'ala, dengan suatu pandangan yang mampu memotong perhatianmu terhadap sebab dan sarana, sehingga hal ini menghasilkan tawakal dan keridhaan. Tapi sekarang istilah ini berubah menjadi sebuah ungkapan tentang campur tangan teologi terhadap hal-hal yang mendasar. Padahal menurut orang-orang salaf, hal itu termasuk kemungkaran. *)

4. Istilah dzikr (ingat) dan tadzkir (mengingatkan). Allah befirman, "Dan, tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya per¬ingatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. " (Adz¬Dzariyat: 55).

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Jika kalian melewati sebuah taman surga, maka dengarkanlah. "

Para shahabat bertanya, "Apakah sebuah taman surga itu?"
Beliau menjawab, "Yaitu majlis dzikir." (Diriwayatkan At-Tirmidzy dan Ahmad).


5. Istilah hikmah. Makna hikmah adalah ilmu dan pengamalannya. Ibnu Qutaibah berkata, "Seseorang tidak bisa dikatakan hakim (orang yang memiliki hikmah), kecuali setelah menghimpun antara ilmu dan amal.

Sumber : Kitab Minhajul Qoshidin, Ibnu Qudamah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar