Murottal Al-Quran

Senin, 25 Januari 2010

Jati Diri Muslim



Suatu hari, Rasulullah shalallahu`alaihi wa sallam pulang menuju isterinya setelah pulang dari kebiasaannya menyendiri di gua hira. Beliau pulang dalam keadaan tubuh bermandikan keringat, menggigil. Padahal hari sedang terik. Seraya berkata kepada isterinya; "Selimuti aku..., selimuti aku...!" Khadijah radiyallahu'anha sang kekasih tercinta menjawab; "Demi Allah, apa yang menyebabkanmu seperti ini? Sungguh Allah tidak akan pernah menyia-nyiakanmu. Engkau adalah orang yang suka menolong anak yatim, meringankan beban orang, menyambungkan tali silaturrahim, menjamu para tamu, dan memberi orang-orang miskin". Setelah mendengar penuturan sang isteri tercinta, hati Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi tentram. Sungguh sebuah motivasi yang sangat indah dari seorang isteri, tatkala suami dilanda kegundahan. Khadijah yang mulia dengan cerdik menghiburnya melalui kelebihan serta perangai yang dimiliki suami tercintanya. Khadijah tahu, bila suaminya berbeda dengan laki-laki lain di zamannya.

Zaman dimana nilai-nilai kemanusiaan tidak diperhatikan, norma-norma kehidupan ditiadakan. Zaman dimana seorang ayah membunuh anak perempuannya, seorang ibu atau isteri boleh diwariskan kepada kerabat suaminya, riba menjadi makanan sehari-hari, dan khamar menjadi minu¬mannya. Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam muda tumbuh berkembang menjadi dewasa dengan membawa perangai dan tabiat yang jauh berbeda dari kaumnya.

Kerusakan moral dan bobroknya tabiat orang-orang yang ada disekitarnya itu, menjadi salah satu misi kerasulannya. Allah Ta'ala befirman:
"Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata" (QS. A1 Jumu'ah: 2)



Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diutus untuk membersihkan unsur-unsur jahiliyah, yang penuh dengan kotoran syirik dan penghancur tauhid. Juga buruknya perilaku masyarakat yang merusak tatanan hidup kemanusiaan. Tugas mulia ini tentunya harus diemban oleh sosok yang benar-benar sempurna dan paripurna. Maka, Allah Ta'ala telah mempersiapkannya jauh sebelum beliau diutus untuk men¬jadi seorang Rasul. Sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam benar-benar dapat memberikan satu teladan mulia melalui perangai yang baik terhadap kaumnya. Allah Ta'ala bahkan meyakinkan kaum Rasullullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan firman-Nya: "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung" (QS. A1 Qalam: 4).

Perangai dan tabiat ini pula yang menjadikan dakwah beliau menyebar, meluas dan cepat diterima oleh kaumnya. Sedari mula, beliau sangat jauh dari sifat-sifat yang buruk. Beliau tidak pernah berdusta, berkhianat, menipu, mencuri, memakan harta yang haram, dan lainnya. Maka sungguh tepat bila gelar al Amin (terpercaya) diberikan Oleh orang-orang Quraisy kepadanya. Risalah yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kepadanya, menjadi bagian yang utuh dan membentuk sosok dirinya. Seperti perkataan 'Aisyah radiyallahu anha; "Akhlak beliau adalah Al-Qur'an". Perangai, tabiat, watak, karakter, sifat dan norma, semua itu dikenal dalam islam dengan istilah akhlak. Akhlak ini pula yang sekarang ini sepertinya mulai terkikis dan beralih kembali ke masaa Jahiliyah.

Indonesia sebuah negara dengan mayoritas masyarakat yang menganut agama Islam, ini adalah realitas yang tidak terbantahkan dan patut disyukuri. Namun sedikit sekali kita dapatkan akhlak yang Islami dalam diri masyarakatnya. Yang ada hanyalah simbol keislaman yang berakar dari kebudayaan. Semua ini dikarenakan kultur beragama masyarakat kita, tidak dan belum terbentuk menjadi individu-individu yang kuat. Padahal untuk ciptakan sosok muslim yang berakhlak, dibutuhkan kesadaran beragama yang tinggi, yang tidak sekedar jargon semata tapi penerapan tuntunan syariat Allah pada kehidupan muslim sehari-hari. Hakikat tabiat atau akhlak sendiri adalah; "Gambaran kejiwaan manusia yang merupakan sifat dan karakter khusus baginya, tampak dalam perilaku kesehariannya".

Kondisi seperti memungkinkan adanya akhlak yang baik dan yang buruk. Allah Ta'ala berfirman; "Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan". (QS. Asy Syamsy: 8).

Ayat ini menggambarkan, bahwa tidak hanya tabiat baik yang Allah Ta'ala berikan, akan tetapi perangai yang buruk pun sudah melekat erat dalam ini, semenjak awal penciptaannya. Artinya, sifat-sifat dasar tersebut sangat mungkin untuk berubah kemudian salah satunya mendominasi atau mengalahkan yang lainnya, hal ini sangat dipengaruhi oleh masukan dan dorongan dari luar, baik pendidikan ataupun lingkungan.

Seperti halnya orang-orang Arab Jahiliyah. Bukan berarti mereka tidak memiliki sifat dan akhlak yang baik. Mereka dikenal sebagai kaum yang suka memegang janji dan amanah, pemberani dan suka menghormati tamu. Tapi dikarenakan kultur masyarakatnya pada saat itu jauh dari kebenaran, maka sifat dan tabiat yang baik tersebut terhapuskan. Oleh karenanya Rasulullah shalallahu`alaihi wa sallam bersabda; "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak" (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqy)



Akhlak yang baik akan menjadikan sosok seorang muslim menjadi indah dan rupawan, baik fisik maupun ruhaniahnya. Keindahan dan kemurnian akhlak akan terpancar melalui sikap hidup dan wajahnya.

Kita akan temukan sosok-sosok yang secara penciptaannya kurang sempurna, namun akhlaknya mampu menutupi kekurangannya. Bukankah Bilal seorang budak hitam? Bukankah Ibnu Mas'ud seorang yang memiliki betis kecil"? Bukankah Qotadah (murid Ibnu Abbas) adalah seorang yang buta?

Mereka, orang-orang kafir boleh bangga dengan Beauty and The Beast¬nya. Berapa banyak orang yang ingin menampilkan keelokan, kecantikan dan keindahan tubuhnya dengan pergi ke salon dan tempat-tempat perawatan ke¬cantikan. Namun seorang muslim, cukuplah baginya cerminan akhlak para salafushalih yang mulia mengisi relung-relung lubuk hati kita. Seorang muslim diajarkan oleh kekasihnya yang mulia shallallahu 'alaihi wa sallam untuk selalu bermunajat memohon dengan ketundukkan dan kekhusyuan kepada Tuhan Semesta Alam, seraya berkata;

"Ya Allah sebagaimana Engkau baguskan penciptaanku, maka baguskanlah Akhlakku"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar